Tuesday, January 28, 2020

Pengertian Carok dalam Pandangan Bahasa dan Budaya

Pengertian Carok

Dalam bahasa Indonesia ada kata Carok juga ada kata Caruk. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata Carok hanya ada satu makna yaitu perkelahian. Sementara kata Caruk merupakan kata yang sama untuk istilah yang berbeda dan dari bahasa yang berbeda.

1 Caruk verba yang searti dengan kupas tentang kulit.

2 Caruk yang dilekati kode ark atau arkais (sudah jarang digunakan) adalah advervia (kata sifat) yang berarti rakus atau lahap.

3 Caruk yang diserap dari bahasa Madura merupakan kata benda yang berarti berkelahi satu lawan satu atau massal dengan menggunakan senjata tajam yang dilatarbelakangi dendam dan wanita.

4 Caruk yang diserap dari bahasa Aceh adalah nomina (kata benda) yang berarti  ruang yang berada di ntara dinding haluan dan buritan perahu.


5 Caruk  yang diserap dari bahasa Using (Osing) adalah kata benda (nomina) yang berarti pertunjukan ksenian akngklung khas Banyuwangi yag terdiri dari dua kelompok pemaain yang diadu kemampuannya dalam bermain angklung.

Sementara itu kata Carok dalam KBBI diberi pengertian lengkap sebagai berikut, perkelahian dengan menggunakan senjata tajam yang dilakukan secara ksatria satu orang lawan satu.

Pengertian-pengertian tersebut dapat dilihat di Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa edisi keempat yang terbit pada tahun 2008 halaman 246.

Pelafalan Carok dan Caruk

Kata Carok dan Caruk (yang diserap dari bahasa Madura) pada dasarnya merujuk pada satu istilah yang sama. Penutur bahasa Madura mengucapkan Carok dengan bunyi huruf O seperti pada kata rok. Sementara itu bagi penutur bahasa Jawa di Jawa Timur (sebagai wilayah yang bersinggungan dengan bahasa Madura) juga dikenal kata Caruk dengan pelafalan U tinggi menyerupai O seperti pada kata tato.

Jadi, pada dasarnya Carok dan Caruk adalah sama-sama perkelahian. Namun, penyerapannya dalam bahasa Indonesia dibedakan untuk membedakan konsep makna yang terkandung di dalamnya.

Bagi masyarakat Madura Carok adalah sebuah upaya menjaga harga diri. Sementara orang di luar Madura menganggap Carok sebatas pada perkelahian.

Menurut Samsul Ma’arif dalam bukunya The History of Madura, Carok berasal dari bahasa Kawi yang memang berarti perkelahian.

Carok dalam Perspektif Madura
Dalam perspektif Madura, carok bukan sekadar perkelahian atau pembunuhan. Orang Madura melakukan carok (pada mulanya) berkaitan dengan harga diri. Yaitu upaya mempertahankan harga diri atau karena tersinggung harga dirinya diinjak-injak oleh orang lain.

Dalam pandangan masyarakat Madura Carok merupakan tindakan pembelaan terhdap harga diri  karena hinaan serius, penyerobotan istri, ketidaksopanan,  atau perselingkuhan. Hal yang juga paling penting adalah, peristiwa carok atau orang yang akan melakukan carok harus mendapat persetujuan keluarga. Pada mulanya, sebelum carok harus mengadakan ritual khusus seperti remo dan didoakan oleh seluruh anggota keluarga.

Maka dari itu, pelaku carok pasti dihormati oleh masyarakat. Namun demikian sebaliknya juga apabila sampai 40 hari seseorang dihina (khususnya perselingkuhan) tetapi tidak melakukan pembalasan dalam bentuk carok maka hal itu ianggap aib dan bisa jadi dicemooh oleh masyarakat.

Para pelaku carok biasanya segera menyerahkan diri kepada polisi. Meskipun sudah diputus bersalah dan ditahan, orang yang membunuh orang dalam carok untuk membela kehormatannya tetap dihormati oleh anggoat keluarga.

Dalam perkembangannya Carok tidak hanya dilkukan dengan cara ksatria yaitu satu lawan satu dan ditantang secara terbuka. Carok mengarah ke hal yang tinggal negatifnya saja. Carok mengakibatkan pembalasan carok yang tidak berujung. Sebuah keluarga yang telah dibunuh dan terbunuh dalam proses carok, akan membalas orang yang membunuh meskipun yang bersangkutan telah dipenjara. Maka akan terjadi dendam yang tidak berujung.

Terlebih, carok selalu dilakukan dengan nyeleb atau membunuh dengan tiba-tiba ketika lawan dalam kodis lengah. Hal ini sangat berbeda jauh dengan Carok yang dahulu dilakukan secara ksatria dan harus mendapat persetujuan keluarga. Selain itu carok yang tersisa sekarang tidak lagi dilakukan satu lawan satu, tetapi berupa pengeroyokan.

Carok yang awalnya juga untuk memperthankan diri juga tereduksi. Masalah utang piutang saja bisa menjadi alasan untuk melakukan pembunuhan dengan senyap seperti ini. Maka pada akhirnya, Carok bukan lagi sebuah entitas budaya, melainkan sebuah tindakan kriminal belaka.